Enggak Paham Digital, Grup Duo Ini Malah Ciptakan Alat Musik Baru

Sabtu, 26 Januari 2019 - 05:33 WIB
Enggak Paham Digital, Grup Duo Ini Malah Ciptakan Alat Musik Baru
Enggak Paham Digital, Grup Duo Ini Malah Ciptakan Alat Musik Baru
A A A
JAKARTA - Jelang hari persentasi yang juga menjadi malam penentuan dan penilaian ajang kreativitas Go Ahead Challenge (GAC) 2019, seluruh finalis terlihat sibuk mengikuti serangkaian proses pelatihan dan mentoring.

Band Biru Tamalea asal Balikpapan, yang menjadi satu dari 18 finalis, juga tampak begitu serius dan memanfaatkan proses mentoring ini untuk keberlangsungan karier mereka dalam bidang musik.

Kelompok musik yang mengusung konsep duo, yakni Ramadani "Erce" Sumanto dan Aditya Darmawan ini menyuguhkan konsep musik teatrikal dengan instrumen musik dari alam. Selama mengikuti GAC, mereka dimentori Naufal Abshar dan drummer grup musik Maliq & D'Essentials, Widi Puradireja.

"Kami beruntung sekali menjadi bagian dari GAC, banyak ilmu serta wawasan yang kami peroleh, bahkan dapat bertukar pikiran dengan teman-teman baru serta para ahli di bidang yang kami geluti. Melalui sesi Creative Academy bersama para kurator, kami semakin sadar bahwa ada banyak hal yang perlu dipikirkan dan dipertajam dalam menciptakan sebuah penampilan atau karya seni," ungkap Erce kepada SINDO, baru-baru ini.

Pada mulanya, duo Biru Tamalea hanya sebatas menampilkan musik dengan permainan alat unik terbuat dari bambu. Namun, kini alat musik dari bambu itu menjadi identitas serta cerita di balik lagu atau penampilan mereka. Alat musik ini dapat mengeluarkan irama suara atau bunyi suara gemericik air.

"Ide awal kami itu doang (alat musik bambu). Tapi di GAC ini bisa dieksplore lebih luas lagi. Alat ini terinspirasi karena kebutuhan. Awalnya kami cari sound efek tapi karena enggak paham digital akhirnya kami ciptakan alat dari bambu ini," terang Aditya.

Sementara itu, menurut Widi Puradireja, berbagai ide menarik selama proses seleksi di Creative Academy membuatnya antusias untuk dapat melihat karya akhir yang dihadirkan dengan kemasan yang belum pernah ditampilkan sebelumnya.

Selain bidang musik, Widi juga menjadi mentor di bidang lain, seperti live act painting diiringi lagu kreasi sendiri, membuat video musik dari hanya berbekal jepretan ponsel, hingga instalasi visual art yang diisi dengan lagu kreasi sendiri.

"Saya sangat tertarik mengikuti perkembangan mereka dalam berproses menciptakan sebuah karya tanpa batas. Para finalis yang telah berkumpul di sini saya lihat memiliki talenta yang cukup menjanjikan dan yang terpenting keberanian untuk berekspresi sebebas mungkin. Kami para kurator sangat menunggu presentasi karya mereka di akhir pekan ini untuk bersaing menjadi pemenang GAC pada malam Artwarding," kata Widi.

Di sini, Widi Puradiredja berperan membantu finalis dapat mengaplikasikan dua kegemaran di bidang seni untuk ditampilkan di atas panggung. Dia menganggap hal tersebut harus dimiliki oleh generasi penerusnya, agar bisa menampilkan karya yang maksimal.

Kompetisi GAC, yang sudah memasuki tahun kelima penyelenggaraannya, akan menampilkan 18 finalis yang akan memantapkan skill mereka dengan menggali langsung dari 8 kurator ahli pada bidang musik, visual art, fotografi, dan kuliner secara intensif selama 20-26 Januari 2019. Puncaknya, karya kreatif terbaik akan diumumkan dalam acara Artwarding Night di Queenshead Kemang, Jakarta pada 26 Januari.
(nug)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6292 seconds (0.1#10.140)